Proyek MRT di Jakarta terkesan ada yang memaksakan
untuk dijalankan dengan berbagai alasan. Alasan utamanya tentu untuk mengurangi
kemacetan di Jakarta,tetapi dalam penyampaian ke masyarakat banyak hal yang
tidak transparan.
Publik terus menyoroti proyek MRT Jakarta
dengan seksama,Gubernur Jokowi sepertinya sudah mencium ketidak-beresan proyek
ini. Oleh karena itu,masyarakat berharap Jokowi-Ahok mau membeberkan ke publik
perihal ketidak-beresan proyek ini melalui mekanisme politik bilamana dirasakan
negara dan rakyat dirugikan. Kenapa penyelesaian politik? Karena Hukum yang
menjadi panglima di negeri ini selalu dimanfaatkan oleh penguasa untuk m
Konsep mass rapid transport (MRT) memang
merupakan salah satu opsi paling masuk akal untuk menekan kemacetan lalu
lintas. Namun bentuk yang tepat, menurutnya adalah subway alias kereta listrik
melalui jalur terowongan di bawah tanah sebagaimana digagas oleh Sutiyoso
semasa menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
"Kita dukung MRT tapi bentuknya subway, di bawah tanah. Selama Bang Yos jadi gub, yang dipakai adalah subway. Bukan MTR yang ada layang," ujar Darmaningtyas.
Rencana penggunaan dana pinjaman luar negeri untuk membiayai proyek tersebut juga dinilai tidak tepat. Sebab, selain akan menimbulkan konsekuensi berupa besaran tarif yang terus naik agar bisa mengejar tenggat pengembalian utang berikut bunga dan inflasi, juga beban pembayaran harus ditanggung seluruh rakyat Indonesia.
"Kita dukung MRT tapi bentuknya subway, di bawah tanah. Selama Bang Yos jadi gub, yang dipakai adalah subway. Bukan MTR yang ada layang," ujar Darmaningtyas.
Rencana penggunaan dana pinjaman luar negeri untuk membiayai proyek tersebut juga dinilai tidak tepat. Sebab, selain akan menimbulkan konsekuensi berupa besaran tarif yang terus naik agar bisa mengejar tenggat pengembalian utang berikut bunga dan inflasi, juga beban pembayaran harus ditanggung seluruh rakyat Indonesia.
Projek
ini dihadang oleh kesulitan finansial dan pergantian teknologi yang
berganti-ganti. Awalnya diberikan pada 2003 kepada perusahaan Malaysia Mtrans,
pembangun Monorel KL, konstruksi dimulai pada Juni 2004 tetapi ditunda hanya
setelah berjalan beberapa minggu. MoU MTrans dibatalkan, dengan projek
diberikan kepada konsorsium utama Singapura Omnico, yang mengusulkan
menggunakan teknologi maglev oleh perusahaan Korea Selatan ROTEM.
Pada
Juli 2005, projek ini berganti tangan lagi dengan MoU baru diberikan kepada
sebuah konsorsium perusahaan Indonesia PT Bukaka Teknik Utama, PT INKA, dan Siemens
Indonesia. Omnico menentang ini, dan jadwal akhir 2007 sepertinya tidak mungkin
terjadi. Namun pada Oktober 2005 konstruksi terus berlangsung, dengan anggapan
bahwa fondasi dasar "pile" dan pilar dapat digunakan oleh konsorsium
dan teknologi yang memenangi tender.
Sumber
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar